SENTRALISTIK DEWAN PRES SUDAH TAK RELEPAN LAGI DIPAKAI


JAKARTA-Sudah saatnya Indonesia melakukan anatomi kebebasan pers, di era reformasi sudah 20 tahun dijalani bangsa ini, kebebasn pers sangat penting untuk merevitalisasi seluruh institusi terkait dengan kebebasan, dibentuk semasa kekuasaan berlaku sentralistik.

Demikian dikatakan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah dalam diskusi di Jakarta, Selasa (2/5). Menurutnya, dalam konteks memetakan kebebasan pers di era reformasi, Dewan Pers sentralistik sebagai produk orba, nantinya akan dipertimbangkan nasibnya.

” Sentralisitik Dewan Pers sudah tidak relevan lagi dipakai. Masa kejadiannya di Papua, lalu orang bersangkutan harus melapor ke Jakarta, itu sudah tidak relevan lagi,” tuturnya.

lanjutnya, rezim verifikasi diberlakukan Dewan Pers saat ini, juga perlu dipertimbangkan untuk dihentikan. Media dan pekerja jurnalistik serta pelaku sosial media yang kritis terhadap rezim kekuasaan.

“Jadi tidak haram hukumnya kalau ada di antara pekerja jurnalisitik dan penggiat media sosial lebih mendekatkan diri kepada kecurigaan terhadap kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah,” ucap Fahri.

Antara buruh, pendidikan dan pers akan coba dirangkaikan menjadi satu semua itu buruh, jurnalis adalah buruh atau nanti Bloger juga buruh. “Temen-temen harus mulai mengidentifikasi metamorposa yang unik-unik, terkadang kita ga sadar, terkadang diri kita sebut jurnalis padahal lebih tepat diri kita Bloger, jadi ini makhluk-makhluk baru yang muncul dalam reformasi dan kita harus mengklir dalam hal ini, jadi hari buruh, hari pendidikan dan besok hari kebebasan pers,” kata Fahri.

“Jadi kita sebetulnya buruh, karena di saat kita berkeinginan untuk bekerja dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik, karena itu kita mengucapkan hari buru, kita semua mudah-mudahan konsen dengan nasib buruh termasuk nasib kita semua dalam pengertian bahwa kita ingin membangun kehidupan yang lebih baik,” sambungnya.

Tentunya kata Fahri, struktur-struktur itu mereka ada di dalam pemerintahan, seperti katagori lain dan metode lainnya, metode rekrutnya lain dan metode kerjanya juga lain dan mereka itu memakai uang negara, karena itu pertanggungjawabannnya lebih besar dalam membantu, mensejahtrakan elemen-elemen pekerja dan perburuhan lainnya, baik tradisional maupun disebut modern. Siapapun yang bekerja secara profesional untuk mendapatkan kompensasi yang wajib diberikn orang yang mengunakan jasa-jasa dan pekerjaannya itu.

Kemudian, tentang pendidikan, khususnya kaum jurnalis adalah terutama jurnalis dan jurnalis modern, bloger dan lain sebagainya. “Saya bisa katakan telah mengambil alih peran guru dan para pendidik tradisionil di dalam mecerdaskan kehidupan bangsa,” tukasnya.

Kalau dibaca tujuan bernegara dalam pembukaan UUD 1945, melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonersia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam perdamaian dunia berdasarkan pada perdamaian abadi dan keadilan sosial. Maka tugas mencerdaskan kehidupan bangsa hari ini, itu lebih banyak dijalankan oleh jurnalis, para Bloger, para penulis, aktivis sosial media dan sebagainya.

“Tugas mencerdaskan bangsa itu paling banyak dikerjakan oleh mereka sekarang ini termasuk di dalamnya video bloger, video bloger Presiden Jokowi, itu termasuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” beber Politikus PKS ini.

Konsen pada sektor buruh, jurnalis dan pendidikan penting dilakukan, harus ada perdebatan serius tentang apakah mencerdaskan, seperti ada kritik pada pendidikan, pendidikan sebagai pembodohan, apakah sedang mencerdaskan atau membodohkan.

“Itu saya kira menjadi diskusi kita, di mana kita memualainya, kita mulai dari struktur dari pada pasar baru dari dunia ini sekarang terutama dunia jurnalis, dunia kuli tinta atau dunia kata-kata ini, bagaimana dia tersusun, bagaimana di dalam sektor ini agar semua komponen yang ada di dalamnya terikat dalam suatu komitmen untuk membangun pencerdasan terhadap bangsa dalam rangka menjalankan tujuan kita bernegara yang ada dalam pembukaan UUD 1945, itu yang pertama komitmen untuk punya tujuan yang utama,” beber Fahri.

Fahri juga mengusulkan dua kategori, pers dengan basis organisasi dan pers dengan basis individu. Untuk yang basis indivisi apa sebutannya. “Sebab organisasi itu hubungannya dengan perizinan, perpajakan dan seterusnya, ada UU yang mengatur itu. Dan yang individu kalau belum ada regulasinya ya kita rancang karena ini exsis dan terkadang ini lebih relefan dan lebih berperan, lebih kuat pengaruhnya karena dianggap lebih independen dari pada yang lainnya,” tutur Fahri Hamzah. (dradioq/rj)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.