LAMPUNG-Setelah sebelumnya Pimpinin Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Lampung, kini giliran tokoh Lampung angkat bicara. Ini menyikapi kasus dugaan pelecehan seorang wanita, diduga dilakukan Gubernur Lampung, M. Ridho Ficardo, sebagaimana pernah dilaporkan Sinta Melyati. Hal ini ditegaskan langsung Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lampung Sai, Sutan Syahrir Oelangan.
Menurut Sutan, sudah sebaiknya Ridho melakukan klarifikasi sebagaimana undangan yang pernah disampaikan Komisi III DPR RI. Tujuannya bukan untuk mencari masalah. Namun justru menyelesaikan masalah.
Jika memang kasus yang dilaporkan tersebut tidak benar, bantah dan langsung klarifikasi bahwa masalah ini tidak benar. Sebaliknya jika benar, akui secara ksatria sehingga tidak melebar kemana-mana hingga masuk ranah publik.
“Jadi saran saya datangi saja, segera lakukan klarifikasi tentang peristiwa yang sebenar-benarnya,” jelas Sutan.
Apalagi lanjut Sutan yang mengundang dalam hal, Komisi III DPR RI, sebagai salah satu lembaga resmi negara, sudah sepatutnya undangan itu harus dihormati.
“Anggota Komisi III DPR RI itu dipilih rakyat. Ridho juga sebagai Gubernur Lampung dipilih rakyat, karena sama-sama dipilih rakyat sudah semestinya untuk menghormati undangan yang disampaikan,” tegas Sutan Syahrir Oelangan kembali.
Seperti diketahui gonjang-ganjing kasus ini sebelumnya mendapat tanggapan KH. Soleh Bajuri. Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Lampung ini pun menyampaikan pesan moral. Isinya agar seluruh masyarakat harus mematuhi dan taat terhadap hukum yang berlaku di Indonesia.
“Jadi siapapun dia, tidak hanya Ridho Ficardo sebagai Gubernur Lampung, tapi semua harus patuh dan taat hukum,” pesannya saat di mintakan tanggapan terkait isu yang telah mencuat di publik hingga ketingkat nasional tersebut.
Dijelaskan KH. Soleh Bajuri, tidak ada yang kebal hukum di republik ini. Karenanya jika ada proses hukum, atau misalnya dipanggil lembaga berwenang guna dimintakan klarifikasi, tentunya yang bersangkutan harus hadir dan jangan menghindar.
“Jadi sekali lagi bukan hanya Ridho, tapi semua harus patuh dan taat hukum. Tidak boleh ada yang merasa kebal hukum. Ini pesan moral yang ingin saya sampaikan,” jelas Pengasuh Pondok Pesantren Rauddlatussolihin, Bumi Restu, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan ini.
Sebelumnya dukungan agar kasus ini diungkap secara transparan juga diungkapkan oleh Herman HN. Walikota Bandarlampung dua periode ini mengaku mensupport dan mendukung penuh pemberitaan yang disampaikan Surat Kabar Harian (SKH) BE I Lampung.
Menurutnya, asalkan informasi yang disampaikan kebenaran dan sesuai fakta, maka sudah kewajiban media mengangkat sesuatu peristiwa agar publik mengetahui secara pasti.
Malah Herman menyarankan kru redaksi untuk memakai kata yang “membumi” dan mudah dimengerti rakyat kecil dalam setiap penulisan berita. Misalnya terkait judul berita “Ridho Bisa Dimakzulkan”.
Menurutnya, masyarakat kecil tidak tahu arti kata dimakzulkan tersebut. “Jadi kalau ada kasus pelecehan seksual, tulis saja pelecehan seksual, jangan tanggung-tanggung. Dan jangan juga pakai kata yang sulit dipahami. Biar masyarakat kecil langsung mengerti,” ujarnya lagi seraya berharap agar sebaran dan distribusi koran ini juga sampai di setiap kampung di seluruh Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung.
Tujuannya agar masyarakat mendapatkan informasi terkini mengenai peritiswa yang terjadi, serta mengetahui progres pembangunan yang ada di provinsinya.
Seperti diketahui beberapa hari ini, mengangkat isu tentang kasus dugaan pelecehan seorang wanita sebagaimana pernah dilaporkan Sinta Melyati. Pelakunya diduga Gubernur Lampung, Ridho Ficardo. Sayangnya, Ridho terkesan menghindar dan memilih diam.
Sikap diam ini mendapat Dr. Yuria Putra Tubarat, S.E., M.M.
Menurut Ketua DPW Ikatan Ahli Ekonomi Islam Provinsi Lampung ini, proses yang dihadapi Ridho adalah proses biasa. Dimana ada undangan dari lembaga lain, seperti Komisi III DPR RI kepada Ridho selaku Gubernur Lampung untuk melakukan klarifikasi. “Jadi hadapi saja, penuhi undangan yang dimaksud,” terang alumnus Universitas Brawijaya Malang tersebut.
Di sanalah lanjut Yuria, Ridho bisa menjelaskan persoalan secara real tentang peristiwa yang terjadi sesungguhnya. Sebab, jika terus menghindar malah akan merugikan posisinya sebagai pemimpin Lampung.
“Karena nanti akan berkembang prasangka di masyarakat. Dan ini bisa menimbulkan sikap pro-kontra. Bahkan bisa ditunggangi pihak lain. Karenanya sekali lagi, hadapi saja. Ini kasus dan prosesnya biasa kok,” harapnya kembali.
Hal sama dikataka anggota Komisi I DPRD Lampung, Miswan Rodi. Menurut anggota dewan dari daerah pemilihan (dapil) Lampung Tengah (Lamteng) itu sudah semestinya Ridho menunjukkan contoh atau tauladan yang baik di masyarakat. Apalagi sosok Ridho merupakan panutan dan ayah bagi masyarakat Lampung.
“Jika ada persoalan atau ada pihak yang mengundang untuk klarifikasi, datangi saja, selesaikan, biar masyarakat tidak bertanya-tanya,” tutur Miswan, kemarin.
Bila perlu, Ridho bersama jajarannya melakukan jumpa pers bersama wartawan untuk mengklarifikasi. Lantas jelaskan semua kronologis yang terjadi sehingga tidak menimbulkan prasangka di tengah masyarakat.
“Tapi inikan tidak, sehingga justru malah menimbulkan pro kontra, untuk itu saya harap Ridho bisa bijaksana melihat persoalan ini, sehingga tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. Sebab bagaimanapun kasus ini sudah menjadi konsumsi publik. Dan publik berhak mengetahui mengingat jabatan yang diemban Ridho adalah sebagai orang tua atau panutan masyarakat Lampung,” tambahnya lagi.
Sebelumnya janji dan sikap tegas Komisi III DPR RI memanggil paksa Gubernur Lampung, Ridho Ficardo melalui aparat Mabes Polri dipertanyakan. Pasalnya sudah lebih satu bulan janji itu tidak kunjung direalisasikan.
Padahal Komisi III DPR RI telah melayangkan surat permohonan kepada Kapolri Jend. Pol. Tito Karnavian, melalui surat No: PW/05501/DPRRI//IV/2007 tanggal 10 April 2017. Surat yang bersifat penting dan segera ini berisi perihal perubahan tanggal permohonan bantuan menghadirkan Gubernur Lampung.
Dijelaskan dalam surat itu, bahwa Komisi III hendak melakukan rapat dengar pendapat bersama Gubernur Lampung. Untuk itu aparat kepolisian diminta menghadirkan yang bersangkutan pada hari Selasa 18 April 2017 pukul 10.00 WIB. Surat ini ditandatangani Achmad Djuned S.H., M.hum., atas nama pimpinan Sekjen DPR RI.
Sebagai tembusan surat ini dikirim juga kepada pimpinan DPR RI, pimpinan Komisi III, dan Kapolda Lampung. Lalu Gubernur Lampung, Deputi Mensesneg Bid Hub Kelembagaan dan Kemasyarakatan serta penghubung Mabes Polri.
“Untuk itu saat ini kami menagih janji Komisi III terkait upaya paksa menghadirkan saudara Ridho Ficardo untuk menghadiri RDP,” tegas Rahmat Husin seraya mengirimkan cofi surat terdahulu via WhaatApps kepada kru redaksi koran ini.
Dikatakan aktifis Jaringan Kerakyatan Lampung (JKL) tersebut sudah lebih dari satu bulan surat undangan belum direspon. Baik oleh aparat Mabes Polri maupun Gubernur Lampung. Karenanya Komisi III diminta bersikap tegas. Yakni kembali melakukan upaya pemanggilan paksa lewat kepolisian terhadap Ridho Ficardo.
“Dan saya minta aparat kepolisian tidak main-main. Laksanakan amanat undang-undang. Sesuai kewenangannya DPR dapat meminta kepolisian menghadirkan seseorang memenuhi undangan dewan. Jajaran Polri pun harus patuh,” ujar Rahmat Husin kembali.
Meski demikian Rahmat Husin masih berharap Gubernur Lampung dapat taat hukum dan menjaga etika hubungan antar lembaga. Caranya dengan memenuhi panggilan Komisi III RI untuk RDP.
“Dengan demikian tidak perlu melalui panggilan paksa lewat aparat kepolisian. Kesannya kurang elok. Gubernur Lampung kok dibawa polisi,” harapnya.
Sebelumnya DPRD Lampung diminta tidak hanya menunggu mensikapi kasus dugaan pelecehan seksual M. Ridho Ficardo sebagaimana dilaporkan seorang perempuan bernama, Sinta Melyati.
Alasannya, salah satu tugas dewan mengawasi jalannya pemerintahan, termasuk melakukan pengawasan terhadap gubernur. Caranya mendatangi Komisi III DPR RI untuk mengetahui hasil pemeriksaan atau tindaklanjut Komisi III RI dalam mengungkap persoalan ini. Demikian dikatakan mantan Wakil Ketua DPRD Lampung, Indra Ismail.
“Sebaiknya DPRD Lampung klarifikasi ke Komisi III DPR RI. Karena menyangkut masalah gubernur ini bagian dari pengawasan tugas DPRD,” jelas Indra Ismail dalam pesannya melalui WhatsApp.
Apalagi tambah Indra Ismail persoalan ini sudah masuk keranah publik. Sehingga peran aktif DPRD membantu mengungkap kasus ini sangat dinantikan dengan aktif mendatangi Komisi III DPRD guna melakukan klafikasi.
Seperti diberitakan Komisi III DPR RI beberapa waktu lalu menerima pengaduan dari seorang perempuan, Sinta Melyati tentang dugaan pelecehan seksual yang dilakukan M. Ridho Ficardo. Atas laporan ini sedikitnya sudah 3 kali Komisi III DPR RI menyampaikan undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan gubernur. Namun selalu saja gubernur menolak hadir.
Tak pelak sikap gubernur ini memantik aksi massa. Salahsatunya dari Jaringan Kerakyatan (JK) Lampung, yang menggelar demo di areal Pemprov Lampung.
Mereka menuntut sang gubernur menghadiri panggilan Komisi III DPR RI guna menjelaskan dugaan kasus pelecehan seksual tersebut. Jika tidak, merekapun mendesak agar kapolri menghadirkan paksa M. Ridho Ficardo ke hadapan Komisi III DPR RI.(red/juniardi)