
JAKARTA-Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikabarkan dalam waktu dekat merombak kabinetnya. Sejumlah menteri dicopot, antara lain Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Puspayoga, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, dan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Teten Masduki
Sumber mengemukakan, untuk kepentingan reshuffle itu, Presiden Joko Widodo sudah melakukan pertemuan dengan Wapres Jusuf Kalla dan sejumlah petinggi partai politik.
Rencana Presiden Jokowi me-reshuffle Menko Perekonomian Darmin Nasution dinilai pengamat kebijakan publik Zulfikar Ahmad sangat tepat. Alasanya, kedua menteri itu perlu diganti karena kurang gesit dan tanpa terobosan-terobosan, sehingga perekonomian babak belur.
“Wajar Menko Darmin dan Sri Mulyani diganti karena kurang gesit dan tanpa terobosan sehingga perekonomian babak belur. Kebijakan keduanya jauh dari cita-cita Nawacita Jokowi. Kasihan Pak Jokowi, karena menterinya tak mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” kata Zulfikar kepadaHarian Terbit, Kamis (22/6).
Saat ditanya siapa calon menteri yang penuh terobosan dan sangat paham Nawacita Jokowi, Zulfikar langsung mengatakan mantan Menko Kemaritiman DR Rizal Ramli.
Dia ekonom senior yang brilliant dan mampu melakukan terobosan untuk memajukan perekonomian dan meningkatkan pertumbuhan. Dia juga selalu punya kemampuan untuk memberi solusi konkret dari berbagai masalah-masalah bangsa. “Terutama di bidang ekonomi. Saya yakin kehadiran Rizal Ramli di kabinet akan membuat ekonomi negeri ini lebih baik,” kata Zulfikar.
Maju Pilpres
Sejumlah sumber mengatakan, Presiden Jokowi bakal maju pada Pilpres 2019, sehingga diperlukan strategi yang jitu untuk mengamankan perolehan suara di berbagai daerah. Dia juga berusaha menyukseskan program Nawacita.
“Nah untuk inikan diperlukan menteri yang cerdas, mampu bekerja ekstra-keras dan cepat.Menko Darmin diganti karena kurang gesit dalam menjalankan tugasnya. Kebijakan ekonomi kurang optimal,” paparnya. (_rj)