SELAMATKAN ANAK INDONESIA DARI PAHAM RADIKALISME DAN INTOLERANSI

 
DENPASAR- Komisi Nasional Perkindungan Anak (Komnas-PA) menilai  penanaman faham radikalisme, kebencian, intoleransi dan persekusi di kalangan anak-anak baik di lingkungan keluarga, ruang publik, ruang kelas dan sekolah sedang marak dan sudah sangat menakutkan serta membutuhkan kewaspadaan semua pihak khususnya keluarga.
“Jika penanaman paham radikalisme dan intoletansi ini dipasakan  dan tidak segeta diantisipasi maka dapat dipastikan akan merusak masa depan kebangsaan kita, secara khusus anak Indonesia, dengan demikian, sangatlah diperlukan pelurusan dan penyempurnaan pendidikan keagamaan kita dalam keluarga,” sebut Ketua Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, Sabtu (1/7).
Lanjutnya, sebab tuhan sendirilah yang menciptakan keberagamaan dan perbedaan di antara manusia. Oleh sebab itu mengapa diajarkan kepada anak anti terhadap pebedaan termaduk beda agama, pandangan dan keyakinan.
“Dengan demikian adalah tidak tepat dan harus dihentikan. Jika kita sebagai orangtua dengan bungkus identitas agama masih mengajarkan paham-paham yang justru dapat merugihkan masa depan anak kita sendiri. Demikian disampaikannya, di hadapan 350 peserta Seminar Nasional Menangkal Penanaman Paham Radikalisme, Kebencian dan Persekusi terhadap Anak, yang diselenggarakan Komnas Perlindungan Anak Pokja Bali, di Hotel Harris Denpasar Bali.
Fakta dan data yang telah banyak dilansir media ke ruang publik, menemukan hampir 79.08% anak remaja memilih teman seagama dan mengimplementasikan energitas kepahlawan remaja di lingkungan sekolah dan ruang publik dalam bentuk yang salah, sambungnya hampir 41.% anak atau siswa dan siswi SD,  SMP dan SMK tidaklah lagi menerima pengajaran nilai-nilai kebangsaan, Pancasila sebagai basis mengimplementasikan semangat toleransi dan pluralisme.
“Fakta juga ditemukan pengajaran terhadap anak-anak usia dini dalam lingkungan proses belajar mengajar di rumah dan di ruang kelas bahwa bahwa perbedaan pendapat, ideologi dan pemimpin, idelogi tidak pemimpin seagama dan sealiran harus ditolak.  Paham-paham dan pengajaran yang menimbulkan kebencian, kekerasan dan pesekusi seperti inilah yang saat ini berkembang dengan cara dipaksakan terhadap anak,” bebernya lagi.
Dijelaskannya, pemaksaan pandangan dan keyakinan atas identitas yang harus ditolak dan dari pandangan yang keliru inilah Anak Indonesia harus diselamatkan. Secara universal anak harus diselamatkan  dan dilindungi dari segala bentuk eksploitasi, kekerasan dan kegiatan-kegiatan politik orang dewasa.
“Sebab dunia anak adalah dunia bermain, sekolah, mendapat rasa nyaman dari lingkungan pengasuhannya, kasih sayang dan cinta kasih dan bukan justru dilibatkan dalam dunia yang bertentangan dengan tumbuh kembang anak seperti melibatkan anak dalam aksi demonstrasi yng tidak bertalian dalam kepentingan terbaik anak. Demikianlah salah satu topik yang diangkat dalam seminar sehari ini,” tuturnya.
Untuk menjawab data dan fakta serta tantangan inilah, Seminar Nasional yang dilaksanakan di Bali ini yang mengangkat “trending Topic” Menangkal paham Radikalisme, kebencian dan Persekusi terhadap Anak Indonesia  mengadirkan narasumer dari Komnas Perlindungan Anak,  Ketua Umum Persada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Mayjen (Pur) Wisnu Bawa Tenaya, Elizabeth T. Santosa Psikolog Anak dan Keluarga, Kombes Mahendra Direskrimum Polda Bali mewakili Kapolda dan dan bertindak sebagai moderator Ketua PWI Bali Dwikora.
 
Kemudian, Dewan Komisioner Komnas Perlindungan Anak,  Elizabeth T.Santoso mengatakan para oran tua yang menanamkan paham kebencian, intoleransi, kekerasan dan persekusi adalah orang tua yang tidak mempunyai cinta kasih pada anaknya.
“Sebab anak harus mendapatkan pengajaran nilai-nilai kebaikan dan orangtua mesti menjadi teladan bukan menjadi bumerang terhadap anak,” urainya lagi.
 Sementara itu, Ketua PHDI, Mayjen Wisnu Bawa Tenaua mendorong masyatakat Bali untuk mendidik dan  menanamkan nilai2 kebaikan terhadap anak-anaknya didalam setiap rumah tangga serta membentengi anak-anak dengan nilai-nilai keagamaan dan seni budaya sebagai benteng dari penanaman radikalisme dan kebencian yang ditawarkan diluar rumah.
 Kombes Mahendra Direskrimum Polda Bali dalam kesempatan yang sama mengajak masyarakat Bali untuk tetap waspada pada lingkungannya dan jika ditemukan gejala-gejala pengajaran yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya Hindu di lingkungan banjar dan sekolah segera dilaporkan kepada otoritas lingkungan serta penegak hukum.
Dalam cloosing statementnya,   Arist Merdeka Sirait  mengajak masyarakat Bali dan Indonesia untuk memberikan ekstra perhatian terhadap perkembangan perilaku anak dan tetap waspada pada pandangan-pandangan atau paham yang bisa menjebak anak Idonesia baik dalam ruang kelas dan di luar ruang.
Dia mengajak masyarakat untuk melakukan penyempurnaan pendidikan keagamaan dalam lingkungan keluarga dan terus mengajarkan kepada anak nilai-nilai kebaikan, toleransi, perbedaan, hak asasi manusia dan semangat pluralisme dengan menjalankan atau mengamalkan Pancasila sebagai dasar kebersamaan sebagai anak  Idonesia.
Pancasila harga mati dan tidak perlu untuk diperdebatkan lagi. Tolak paham radikalisme, kebencian dan persekusi tethadap anak Indonesia,  Demikian kata dan tekat bersama peserta Seminar. #Komnas Perlindungan Anak SELALU ADA untuk ANAK Indonesia, demikian ditambahkan Arist Merdeka Sirait yang mendapat tambahan nama MADE dari Bupati Gianyar.
(Relis benang merah dari Seminar Nasional  sehari yang diorganisir Ketua Pokja Perlindungan Anak Bali  Ida Yu Dewi dan Tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.