Catatan: Endar Rambe (Alumni Jurusan Komunukasi Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah, IAIN Imam Bonjol Padang)-Syekh Abdul Wahab Rokan atau dikenal dengan sebutan Syeikh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi an-Naqsyabandi (lahir 28 September 1811 di Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Nagari Tinggi, Kecamatan Kepenuhan, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul).
Tokoh religius Asia ini, perlu menjadi teladan, setidaknya bagi masyarakat Rohul, umumnya umat Islam, baik dalam tindakan dan budi pekertinya di tengah-tengah masyarakat kala itu.
Tokoh Tasauf ini, meninggal 27 Desember 1926 di Besilam pada umur 115 tahun) adalah seorang ulama ahli fikih, seorang sufi, sekaligus mursyid (pembimbing rohani) Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Riau dan Sumatera Timur pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20
Nama beliau diabadikan, pendiri Pondok Pesantren Babussalam, Pekanbaru, Riau sebagai nama lembaga berbadan hukum yang menaungi Pondok Pesantren ini, yaitu: Yasasan Syekh Abdul Wahab Rokan.
Syeikh Abdul Wahab Rokan lahir dengan nama Abu Qosim, setelah menunaikan ibadah haji ia berganti nama menjadi Haji Abdul Wahab.
Sedangkan tambahan nama Rokan menunjukkan bahwa ia berasal dari wilayah Sungai Rokan. Ia lahir dari keluarga bangsawan yang berpendidikan, taat beragama dan sangat dihormati.
Ayahnya bernama Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Tuanku Abdullah Tambusai, seorang ulama terkemuka di kampungnya, sedangkan buyutnya bernama Tuanku Tambusai, seorang ulama dan pejuang yang masih keturunan keluarga Kerajaan Islam Siak Seri Inderapura dan Ibunya bernama Arbaiyah binti Dagi yang masih keturunan Kesultanan Langkat, Sumatera Utara.
Syeikh Abdul Wahab pertama kali mendapatkan pendidikan al-Quran langsung dari ayahnya, namun setelah ayahnya meninggal ia melanjutkan belajarnya kepada Tuanku Muhammad Shaleh Tambusai dan Tuanku Haji Abdul Halim Tambusai.
Setelah belajar kepada kedua gurunya tersebut, Syeikh Abdul Wahab telah mampu berkembang pesat dalam menguasai ilmu bahasa Arab dan fikih, sehingga ia dijuluki “Faqih (ahli ilmu fikih) Muhammad” oleh gurunya.
Syeikh Abdul Wahab juga belajar kepada Syeikh Muhammad Yusuf di Semenanjung Melayu selama dua tahun. Pada tahun 1863, ia melanjutkan menunaikan ibadah haji ke Mekah sekaligus melanjutkan memperdalam ilmu-ilmu keislaman di sana.
Selama enam tahun (1863-1869) ia bermukim dan belajar kepada ulama-ulama terkenal di Mekah. Di antara guru-guru Syeikh Abdul Wahab ketika belajar di Mekah ialah, Syeikh Saidi Syarif Dahlan (mufti mazhab Syafi’i)
Syeikh Hasbullah (ulama Indonesia yang mengajar di Masjidil Haram)
Syeikh Muhammad Yunus Abdurrahman Batu Bara (ulama Indonesia asal tanah Batak)
Syeikh Sulaiman Zuhdi di Jabal Abu Qubais, Mekah.
Syeikh Sulaiman Zuhdi inilah yang kemudian memberi ijazah (pegesahan) dan membaiat Syeikh Abdul Wahab untuk mengamalkan dan menyiarkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di tanah kelahirannya.
Syeikh Sulaiman Zuhdi pula yang memberikan gelar Al-Khalidi An-Naqsyabandi di belakang nama Abdul Wahab Rokan
Sepulang dari Mekah, Syeikh Abdul Wahab mendirikan perkampungan di sekitar Sungai Rokan yang ia beri nama Tanjung Masjid (Kampung Masjid).
Ia menyebarkan tarekatnya tidak hanya sebatas di kampungnya saja, namun juga meliputi wilayah Riau, Tapanuli Selatan, Sumatera Timur, bahkan sampai ke Semenanjung Melayu.
Pada tahun 1874, Syeikh Abdul Wahab pindah ke Dumai (Pantai Timur Riau) dan mengembangkan perkampungan baru di sana.
Namun ia tidak lama menetap di Dumai, ia kembali ke tanah kelahirannya di Rantau Binuang Sakti untuk mengembangkan tarekatnya di sana.
Syeikh Abdul Wahab sempat mendirikan organisasi perjuangan Islam dengan dibantu oleh para ulama lain seperti Haji Abdullah Muthalib Mufti dan Sultan Zainal Abidin.
Namun, karena dirasa organisasi tersebut membahayakan, maka Pemerintah Hindia Belanda menangkapya dan mengasingkannya ke Madiun, Jawa Timur serta membubarkan organisasi tersebut.
Pemerintah Hindia Belanda terus mencurigai setiap tindakan Syeikh Abdul Wahab, sehingga ia memutuskan untuk pindah ke Kampung Kualuh, Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Di sana ia membangun lagi sebuah perkampungan dan di sana pula ia mulai memiliki santri.
Pada tahun 1879, Syeikh Abdul Wahab mendapatkan wakaf sebidang tanah yang terletak di wilayah Langkat dari Sultan Langkat, yaitu Sultan Musa al-Muazzam Syah.
Pada tahun 1883, Syeikh Abdul Wahab beserta para santrinya kemudian membangun sebuah perkampungan baru lengkap dengan masjid dan pesantren.
Perkampungan tersebut semakin berkembang dan diberi nama Kampung Babussalam (Pintu Keselamatan) dan masyarakat umum sering menyebutnya Bassilam atau Besilam.
Demikian pula nama pesantren dan masjidnya serta kegiatan tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang dipimpin oleh Syeikh Abdul Wahab kemudian dikenal dengan sebutan Suluk Bassilam.
Syeikh Abdul Wahab Rokan telah meninggalkan mutiara berupa wasiat yang terdiri dari 44 Pasal. Wasiat ini di tujukan kepada anak cucunya, baik anak kandung maupun anak murid, beliaupun berpesan kepada anak cucunya untuk menyimpan buku wasiat ini dan harus sering – sering membacanya, paling tidak seminggu sekali, sebulan sekali dan atau sekurang – kurangnya setahun sekali, serta wasiat ini di perhatikan dan di amalkan serta di taati akan segala pesan yang tersebut di dalamnya.
Wasiat ini jika sering-sering di baca dan kemudian di amalkan seluruh yang terkandung di dalamnya, maka mudah-mudahan akan dapat memperoleh martabat yang tinggi, kemuliaan yang besar serta kekayaan dunia wal akhirat.
Wasiat tersebut adalah sebagai berikut : Alhamdulillah… ‘allazi afdholana ‘ala katsiri ‘ubbadihi tafdhila
Washsholatu wassalamu ‘ala sayyidina muhammadin nabiyyan warosulan
Wa ‘alihi wa ‘ashabihi hadiyyan wa nashiran… amin
Muta’lazimaini daiman ‘abada.
‘Amma ba’du,
Masa hijrah Nabi kita Muhammad Saw tahun 1300 Hijriyah dan kepada 13 hari bulan Muharram makbul dan kepada hari Jum’at Jam 2.00, masa itulah saya Syeikh Abdul Wahab Rokan An-Naqsyabandi Al-Khalidiyah bin Abdul Manaf Tanah Putih bin Yasin bin Al – Haj Abdullah Tambusai, membuat surat wasiat ini kepada anak dan cucu saya laki – laki atau perempuan, sama adanya anak kandung atau anak murid serta kaum muslimin dan muslimat.
44 wasiat dan lagi hai sekalian anak cucuku, sekali-kali jangan kamu permudah-mudah dan jangan kamu peringan-ringan wasiatku ini, karena wasiatku ini datang daripada Allah Swt dan RasulNYA dan guru – guru yang pilihan dan lagi telah kuterima kebajikan wasiat ini sedikit – dikit dan tetapi belum habis aku terima kebajikannya, sebab Taqshir daripada aku, karena tiada habis aku kerjakan seperti yang tersebut didalam wasiat ini.
Barang siapa mengerjakan sekalian wasiat ini tak dapat tiada dapat kebajikan sekaliannya di dunia akhirat.
Wasiat yang pertama,
Hendaklah kamu sekalian masygul dengan menuntut ilmu Quran dan kitab kepada guru – guru yang mursyid dan rendahkan dirimu kepada guru – guru kamu.
Dan perbuat apa – apa yang disuruhkan, jangan bertangguh – tangguh. Dan banyak – banyak bersedekah kepadanya.
Dan i’tikadkan diri kamu itu hambanya. Dan jika sudah dapat ilmu itu, maka hendaklah kamu ajarkan kepada anak cucuku, kemudian maka orang yang lain. Dan kasih sayang kamu akan muridmu seperti kasih sayang akan anak cucu kamu.
Dan jangan kamu minta upah dan makan gaji sebab mengajar itu, tetapi pinta upah dan gaji itu kepada Tuhan Yang Esa lagi kaya serta murah, yaitu Allah Ta’ala.
Wasiat yang kedua,
Apabila sudah kamu baligh, berakal, hendaklah menerima Thariqat Naqsyabandiah atau Thariqat Syadziliyah, supaya sejalan kamu dengan aku.
Wasiat yang ketiga,
Jangan kamu berniaga sendiri, tetapi hendaklah berserikat.
Dan jika hendak mencari nafkah, hendaklah dengan jalan tulang iga (dengan tenaga sendiri), seperti berhuma dan berladang dan menjadi amil. Dan di dalam mencari nafkah itu maka hendaklah bersedekah pada tiap – tiap hari supaya segera dapat nafkah. Dan jika dapat ringgit sepuluh maka hendaklah sedekahkan satu dan taruh sembilan. Dan jika dapat dua puluh, sedekahkan dua. Dan jika dapat seratus sedekahkan sepuluh, dan taruh sembilan puluh.
Dan apabila cukup nafkah kira – kira setahun maka hendaklah berhenti mencari itu dan duduk beramal ibadat hingga tinggal nafkah kira – kira 40 hari, maka barulah mencari
Kemudian banyak lagi wasiat-wasiat lainya, yang perlu perlajari dan diamalkan umat Islam saat ini.
Menurut, Mantan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Rohul, Hardizon Nasution, ketokohan Syekh Abdul Wahab Rokan ini sudah layak dijadikan sebagai pahlawan nasional, sebab kinfrah di tengah-tengah masyarakat memang sudah benar-benar teruji.
Lanjutnya, jika dilihat dari berbagai sisi kepribadiannya, apalagi sempat di berhadapan langsung dengan pihak Kolonial Belanda, perlu rasanya kalau tokoh religius ini dijadikan sebagai Pahlawan Nasional. (Berbagai Sumber).