PALAS detikperistiwa.com – Hingga menjelang akhir bulan oktober 2016, harga jual getah karet di tingkat petani di daerah Kabupaten Padang Lawas (Palas) masih bertahan sekitar harga Rp 6.500 hingga Rp 7.000/kilogram Kg. Sedangkan kondisi produksi getah karet yang dideres petani belum juga meningkat, karena musim kemarau berkepanjangan.
Sejumlah petani karet di daerah ini mengaku masih terus menderes kebun karetnya untuk memenuhi kebutuhannya dan sebagian petani, tidak lagi menderes, karena hasil penjualan getah karet yang dirasa masih minim.
Ruslan Lubis, satu petani karet di Desa Ujung Batu Kecamatan Sosa, Senin (24/10) mengaku, sampai kini ia masih terus menderes kebun karetnya yang seluas 1 Ha. “Kebun karet itu merupakan pencarian pokok keluarga kami, makanya harus terus dideres, karena saya tidak punya pekerjaan lain,” ujarnya.
“Setiap hari, bisa dapat sebanyak 20 kilogram getah karet. Biasanya, 3 hari sekali dibangkit, dijual ke pengumpul karet di sini. Sampai saat ini harga jual karet masih rendah, Rp 7.000 perkg. Jadi, setiap 3 hari sekali penghasilanku dari berkebun karet bisa sebesar Rp 420.000. Sepekan, bisa dua kali jual karet. Bisa dapat Rp 840.000 perpekan,” sebutnya.
Dikeluhkannya juga, soal harga jual getah karet yang masih rendah agar bisa menjadi perhatian pemerintah mengingat sebagian masyarakat di sini masih bergantung pada kebun karet dan keadaan kondisi musim kemarau yang masih melanda daerah ini menyebabkan berkurangnya produksi getah karetnya.
“Normalnya, hasil getah karet dari kebun saya itu, bisa sebanyak 40 kilogram perhari. Apalagi di musim hujan kadang bisa sampai 50 kilogram dapat getah karet. Tapi saat ini, hanya bisa sebanyak 20 kilo sehari,” terangnya.
Sementara itu, H. Anto Simamora, salah satu petani karet di Desa Arseh Simatorkis, Kecamatan Barumun mengatakan, sudah tiga bulan terakhir ini kebun karetnya yang seluas 5 Ha tidak lagi dideres, karena tidak ada pekerja atau buruh yang menderesnya, karena faktor harga getah karet yang masih rendah.
“Udah tiga bulan ini kebun karetku gak dideres, gak ada orang yang mau menderes, karena harganya murah, masih sebesar Rp 6.500 perkilonya. Memang luas kebun karetku lima hektare, tapi hasilnya dibagi dua sama yang menderes,” katanya.
“Tiga bulan yang lalu, hasil deresan dari kebun karet itu bisa dapat 200 kilo seminggu, karena masih tanaman karet remaja. Dikalikan Rp 6.500 perkilo, bisalah dapat Rp 1.300.000 seminggu. Itu hasilnya dibagi dua, pekerja Rp. 650.000 dan pemilik Rp. 650.000,” akunya.
“Memang, hasil segitu gak cukup untuk pekerja deres karet yang sudah miliki anak, apalagi anaknya sekolah. Tapi, kalau normalnya, hasilderesan karet itu bisa dapat 300 sampai 350 kilo seminggu. Apalagi kalau cukup hujannya, bisa dapat 400 kilo air getah karet seminggu,” ungkapnya.
Diakuinya, memang kondisi pohon karet yang sudah produksi, bila tidak dideres maka pohonnya bisa rusak.
“Mau cemana lagi dibilang, memang belum ada orang yang mau menderes karet ku. Tapi, aku masih terus mencari siaoa yang bekerja menderes kebun karet itu,” ketusnya.
Jadi, para petani karet di daerah ini sangat berharap peran aktif pemerintah daerah untuk mendorong kenaikan harga jual karet di tingkat petani. Menurut mereka, bila harga jual karet bisa bertahan di harga Rp. 10.000 sampai Rp. 12.000/Kg, diyakini para petani karet yang sempat meninggalkan kebun karetnya, akan kembali menderes karet. (Maulana Syafii)