*By: Rusdianto Samawa, Penulis adalah Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)*
*GRASIA SEMARANG –* Perkembangan isu-isu nelayan dari hari ke hari sangat dinamis perkembangannya. Sejak awal isu nelayan mulai mengental dalam cara berfikir para akademisi, aktivis, politisi hingga pejabat-pejabat yang berasal dari lintas partai maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Isu nelayan mendapat respon dari pegiat sosial media sudah mengalami peningkatan. Sejak isu ini digiring ke pusat kekuasaan, sehingga tidak lagi mencerminkan lingkup lokal (berbasis daerah).
Begitu juga, pada poros politisi di senayan bahwa isu ini belum menjadi identitas pergerakan politik untuk bargaining dan positioning dalam mencari solusi terhadap problem nelayan atas masalah perikanan-kelautan yang berhubungan langsung dengan rakyat.
Apalagi, dalam konteks pergerakan organisasi mahasiswa, kepemudaan dan pelajar juga belum menjadi perhatian sama sekali untuk menjadikan isu nelayan sebagai basis perjuangan sehari-hari. Karena masih berkutat pada faktor klien antara pemerintah versus penguasa.
Seharusnya isu nelayan sudah masuk pada ranah strategi untuk menarik mahasiswa, organ paguyuban dan center Fisher diberbagai daerah, agar mereka masuk dalam ranah pergulatan isu-isu nelayan sehingga bisa menjadi basis pergerakan yang terus menerus dan bersifat sustainable.
Di sisi lain, ada organisasi mahasiswa yang memang benar-benar fokus pada perikanan seperti HIMAPIKANI yang juga aktif merespon isu-isu terkait kebijakan, poros maritim dan alat tangkap nelayan nelayan terhadap berbagai persoalan yang ada di seputar wilayah kelautan dan perikanan. Tentu, tidak ketinggalan juga ada banyak organisasi paguyuban lain yang berkaitan dan fokus pada advokasi nelayan.
Banyaknya organisasi resmi, non resmi dan paguyuban tersebut belum masuk pada ranah satu isu untuk membuat grand design yang merekayasa isu nelayan menjadi sosial lifestyle sebagai kebutuhan sehari-hari. Sehingga menjadi solusi atau gerakan konkret yang menjawab persoalan saat ini.
Padahal, konteks sekarang isu poros maritim sudah jauh mem-booming dan mendunia, namun faktor ketidakseimbangan antara aspirasi masyarakat nelayan dan perikanan pada umumnya tidak setara sehingga ada kecenderungan kebijakan pemerintah yang dianggap berat sebelah. Selain itu dilakukan tanpa ada dialog, diskusi ilmiah, survei tabulasi data nelayan dan lain sebagainya.
Apalagi, saat ini nelayan menghadapi kebijakan pemerintah sendiri tanpa ada solusi yang diberikan. Kebijakan yang ternyata menjadikan masyarakat nelayan sakratul maut. Seperti kebijakan pelarangan alat tangkap, pengadaan alkap, pemberhentian pengurusan izin SIKPI SIPI hingga area menangkap nelayan yang sedang melaut. Selain itu, juga banyak masalah-masalah lain yang lebih berat dihadapi masyarakat nelayan.
Maka dari itu, perlu ada konsolidasi yang baik antara akademisi, politisi, aktivis, mahasiswa, nelayan dan stakeholders perikanan terdampak untuk menyatukan persepsi yang masih dianggap liar dan berjuang sendiri-sendiri. Sehingga issu kanalisasi terhadap perikanan dapat terserap dengan baik.
Selama kurang lebih 16 bulan ini bahwa trending topic dalam proses advokasi sudah terbentuk. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pun sudah banyak merespon tuntutan ini. Namun yang direspon bukan memberi jalan keluar, malah membantah isu-isu yang tersebar melalui media tersebut.
Menyusun Rencana Tindakan Demonstrasi (Kemah Perjuangan)
Tentu, berbagai media yang sangat dianggap memojokkan nelayan seperti kumparan, katadata, detik, republika, suara pembaharuan dan banyak lagi media lainnya yang alpha dalam proses advokasi nelayan. Sehingga perlu, membuat satu mekanisme untuk melawan publikasi media pendukung Susi Pudjiastuti walaupun durasi dan takaran publikasi sangat kecil.
Saat ini sudah mulai muncul media partner nelayan sebagai corong dan media mainstream sudah menunggu issu – issu baru nelayan. Tentu, hal ini masih terbatas pada publikasi yang ada dan membutuhkan framming yang kuat oleh masyarakat nelayan se-Indonesia.
Dengan melihat sikap menteri KKP RI yang tidak mau tahu dengan persoalan mendasar nelayan maka, ada baiknya merubah metode perjuangan dari agitasi propaganda kepada aksi serta memperkuat opini digital di pelopori saluran dialog, ujipetik dan pressure yang harus diperluas kembali.
Oleh sebab itu, skema dan strategi demonstrasi yang akan dipergunakan; pertama adalah tahap Konsolidasi. Dalam konsolidasi ini kalau saja memungkinkan dari provinsi-provinsi yang merupakan basis nelayan seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta dan sekitarnya maupun wilayah luar daerah yang menjadi bagian dari perjuangan, harus dikonsolidasikan.
Dengan melihat beragam bentuk aktivitas nelayan dan aspek profesinya yang terdiri dari nelayan rajungan, nelayan cantrang, nelayan pure sein, nelayan budidaya, nelayan kepiting, nelayan lobster, nelayan keramba dan lainnya. Semua ragam bentuk ini merupakan korban dari kebijakan menteri KKP RI Susi Pudjiastuti, maka harus tetap dikonsolidasikan oleh semua simpul gerakan ini.
Kedua, Pengaturan Skema dan Strategi. Bahwa pengetahuan nelayan belum ada leadership yang pas untuk memimpin gerakan massa dalam menuntut keadilan. Maka ada baiknya semua berperan dengan membagi fase-fase (tahapan) struktur perjuangan seperti Team Lobby, Juror (Juru Orasi), Kordum (Koordinator Umum), Kordus (Koordinator Khusus), intelijent, Digital Media (Digital Campaign), bendahara umum dan khusus dan Juru Runding. Semua ini akan berperan baik apabila team work yang bekerja sepenuh hati dan memang membutuhkan banyak orang sehingga gerakan bisa berhasil.
Ketiga adalah Agenda, Membicarakan schedule atau agenda kegiatan demonstrasi ada baiknya diselipkan strategi yang lainnya, seperti bedah buku, rekonsiliasi nasional antara pemerintah dengan nelayan, dialog (rembuk) nelayan Indonesia, kongres nelayan Indonesia dan melaporkan Susi Pudjiastuti kepada lembaga penegak hukum yang sepantasnya memproses banyak kasus korupsi di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Keempat, Digital Campaign. Ini membutuhkan siklus media yang intensif untuk memasarkan gagasan serta ide-ide maupun komentar dari berbagai pihak melalui.proses digital campaign sehingga menjadi bagian dari keberhasilan perjuangan dan pergerakan ke depannya.
Kelima adalah Tuntutan. Dalam rangka saat demonstrasi lebih kurang dengan tuntutan nelayan agar produk peraturan Menteri Susi Pudjiastuti harus dibatalkan demi kebaikan bersama dan kesinambungan antara pengusaha perikanan, nelayan, dan pemerintah itu sendiri.
Keenam adalah Demonstrasi. Dalam pelaksanaan demonstrasi harus melibatkan seluruh stakeholders dan terutama nelayan. Demonstrasi ini bersyarat dengan tuntutan dengan cukup untuk menggagalkan seluruh produk peraturan yang dibuat oleh KKP RI Susi Pudjiastuti.
Turunan isu-isu nelayan harus mampu menjadi martir perjuangan dalam pergerakan ke depannya. Karena menghadapi kebijakan Jokow -JK melalui Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sangat fatal, ugal-ugalan, tidak memberikan aspek kemanusiaan sedikit pun kepada nelayan.
Sehingga ke depannya, nelayan tidak perlu lagi kompromi dengan pemerintah karena selama ini perjuangan kompromis itu juga tidak pernah membuahkan hasil sehingga pemerintah terus menerus melakukan kesalahan terhadap nelayan.
Penting memastikan agar Presiden Jokowi mengambil keputusan untuk membatalkan seluruh produk peraturan menteri yang dianggap tidak aspiratif dan membuat industri perikanan serta kehidupan nelayan menjadi susah. Begitu juga dengan berbagai tuntutan yang sejak awal memberi shock therapy terhadap Susi Pudjiastuti bahwa ia layak di-reshuffle dari kabinet karena tidak bermutu dalam setiap kebijakannya.[]
*Catatan: Tulisan Ini Dibuat dan disempurnakan Saat Perjalanan FLIGHT Jakarta – Semarang, menghadiri Konsolidasi Nasional Nelayan Indonesia.*