SURVEI SMRC ELEKTLABILITAS PDI P DAN JOKOWI SEMAKIN MENGUAT

JAKARTA- Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) kembali menunjukkan bahwa elektabilitas PDIP dan Presiden Joko Widodo semakin menguat. Survei ini mengungkapkan, jika tidak ada peristiwa besar dalam satu setengah tahun ke depan, maka PDIP akan memperoleh suara jauh lebih besar di Pemilu 2019 dan Jokowi akan kembali terpilih di Pilpres 2019.

Survei nasional ini dilakukan pada 7-13 Desember 2017 dengan melibatkan 1220 responden yang merupakan warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih saat pemilihan umum. Sampel responden ditarik secara multistage random sampling dengan margin of errornyakurang lebih 3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

“Bila tidak ada peristiwa besar dalam satu setengah tahun ke depan, misalnya skandal korupsi, krisis ekonomi, dan skandal moral, kemungkinan besar PDIP akan memperoleh suara jauh lebih besar pada Pemilu 2019 dibandingkan hasil pemilu 2014, dan Jokowi akan terpilih lagi jadi presiden secara meyakinkan pada 2019,” Direktur Utama SMRC Djayadi Hanan saat presentasi survei nasional di Kantor SMRC, Menteng, Jakarta, Selasa (2/1).

Djayadi mengatakan jika dibandingkan dengan peroleh suara pada Pemilihan legislatif 2014, PDIP adalah satu-satunya partai politik yang menunjukkan peningkatan dukungan suara signifikan. Pada Pileg 2014, PDIP memperoleh suara 18,95 persen, sementara menurut survei SMRC Desember 2017, dukungan pada PDIP telah mencapai 27,6 persen.

“Empat partai politik besar lainnnya justru mengalami penurunan atau cenderung stabil, seperti Golkar, Gerindra, Demokrat dan PKB,” ungkap dia.

Pada Pileg 2014, Golkar memperoleh 14,75 persen suara, dan turun menjadi 12,1 persen dari survei SMRC, disusul Gerindra 11,81 persen (PIleg 2014) menjadi 8,9 persen (Survei SMRC), Demokrat 10,19 persen (Pileg 2014) menjadi 7,7 persen (survei SMRC), serta PKB 9,04 persen (Pileg 2014) menjadi 6,3 persen (survei SMRC).

“Kecenderungan ini menunjukkan banyak pemilih yang berpindah pilihan ke partai politik lain dibandingkan pada Pileg 2014,” tandas dia.

Swing voter paling banyak ditemukan di kalangan pemilih Partai Demokrat (51 persen); diikuti oleh PAN (50 persen), PPP dan Hanura (masing-masing 47 persen), Gerindra (45 persen), dan Golkar (38 persen). Adapun partai yang paling sedikit swing voter-nya adalah PKS (20 persen) dan PDIP (23 persen). Menurut Djayadi, fakta tersebut menunjukkan kesetiaan warna pada partai politik di indonesia cenderung lemah.

“Dapat dikatakan, pemilih Indonesia terbuka dan menuntut partai bekerja lebih keras untuk meyakinkan mereka. Dengan pola semacam ini, terbuka kemungkinan partai-partai yang lolos ke Senayan pada 2014 sekarang menjadi tidak lolos lagi, atau sebaliknya, lolos dengan perolehan suara lebih baik pada Pemilu 2019 nanti,” kata dia.

Survei SMRC menunjukkan bahwa hanya sekitar 11 persen warga yang mengakui memiliki kedekatan dengan partai politik tertentu (Party-ID). Persentase ini termasuk yang terendah dibandingkan negara-negara yang menganut sistem demokrasi di dunia.

“PDIP sendiri memang adalah salah satu partai dengan jumlah pendukung loyal terbesar. Namun posisi PDIP semakin menguat antara lain karena warga mengidentifikasikan PDiP sebagai partai pendukung Jokowi. Ada sekitar 20 persen warga yang menyatakan akan memilih PDIP karena PDIP adalah partai utama pendukung Jokowi,” jelas dia.

Elektabilitas Jokowi
Dalam hal elektabiltas Presiden, lanjut Djayadi, survei SMRC menunjukkan posisi Jokowi terus menguat. Survei Desember ini, kata dia menunjukkan jumlah warga yang menyatakan akan memilih Jokowi sebagai Presiden berdasarkan pertanyaan semi terbuka atau kepada responden ditampilkan daftar lebih dari 30 nama capres, mencapai 53 persen.

“Ini merupakan kenaikan signfikan dibandingkan survei September 2017, ketika suara Jokowi baru mencapai 45,6 persen,” kata dia.

Di sisi lain, kata dia, nama pesaing terdekat Jokowi hanyalah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang hanya memperoleh 18,5 persen suara. Perolehan suara ini menunjukkan tidak ada perubahan dukungan dibandingkan hasil survei September 2017.

Ketika responden dihadapkan dengan hanya dua pilihan, suara Jokowi justru semakin menguat. Misalnya, Jokowi akan meraih suara 64,1 persen jika head to head dengan Prabowo dengan raihan suara 27,1 persen; Jokowi (72,6 persen) jika berhadapan dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (15,0 persen); Jokowi (74,0 persen) jika berhadapan dengan Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo (13,0 persen) dan Jokowi (74,9 persen) jika berhadapan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (12,9 persen).

“Sementara itu ketika responden diminta memilih cawapres, tiga nama yang mendapat suara terbanyak, M Jusuf Kalla (14,1 persen) Agus Harimurti Yudhoyono (12,7 persen) dan Gatot Nurmantyo (12,2 persen),” ungkap dia.

(Group Alumni Promeg 98)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.