*MELAWAN MAFIA PERADILAN…*

Sri-Bintang Pamungkas

Menghadapi Mafia Peradilan tidak hanya sekedar menghadapi Majelis Hakim. Tetapi, juga menghadapi semua Oknum Terkait. Intinya menghadapi ketidakadilan… dan itu terjadi di mana-mana.

Ketika saya ditahan hampir 4 bulan di PMJ, padahal cuma sekali diperiksa… itu tidak cuma tidak adil, tapi juga kurang ajar! Katakanlah banyak yang diperiksa selain aku untuk bisa mengumpulkan bukti, karena aku sendiri tidak mau diperiksa… Ternyata sesudah 4 bulan hasilnya Nol  Besar… karena *Tuduhannya Palsu.*

Tidak cuma kepadaku, juga banyak yang lain. Juga kepada Asma Dewi yang disuruh tangkap karena dikira anggota Saracen. Ternyata bukan… mestinya dia dilepas bebas. Tapi lalu dicari-cari kesalahannya yang lain. Kebetulan ada 4 postingannya yang dibuat-buat menjadi alasan pelanggaran pidana. Yang ini sungguh biadab. Karena Majelis Hakim lalu tidak bisa menolak menangani perkara postingan ITE ini. Seharusnya MH cukup jeli untuk menolak perkara sampah beginian… Tapi di Republik Mafia ini Majelis Hakimnya tidak Pancasilais… Perasaan keadilannya hilang, sehingga salah memutus!

Saya tidak terlalu percaya kepada semua Pengacara. Dalam Sistem Mafia Peradilan, banyak dari mereka pun terlibat. Toh, kalau kalah aku pula yang merasakan risikonya. Jadi, ketika harus menghadapi UU Anti Subversif yang hukumannya sampai mati, aku tidak terlalu menggantungkan nasibku kepada 47 orang Pengacara yang dengan sukarela membelaku. Aku pun tidak mau diperiksa Jaksa Penyidik di Gd Bulat. Sehingga, Jaksa ini membebaskan dua sahabatku yang ditangkap bertiga bersamaku… tapi sebulan kemudian dilepas untuk dijadikannya Saksi-saksi Mahkota guna melawanku. Ini juga cara-cara busuk…

Ketika sidang dibuka di PN Jakarta Selatan, eh aku lihat si Jaksa Penyidikku Sil, seperti terbaca pada Surat Dakwaan, tampil pula menjadi Jaksa Penuntut Umum… tunggal lagi! Rupanya dia mau membalas, karena pernah kutolak waktu menjadi Penyidik…

Awalnya MH yang aku uji. Aku minta bicara… “Kalau MH *mau bersumpah tidak pernah jual-beli vonis*, saya bersedia diadili…”. Ternyata, Bang Buyung Nasution yang buru-buru meminta maaf kepada MH. Aku pun diam saja… Tapi ketika Hakim Ketua DN menyilahkan JPU Sil membacakan Surat Dakwaan, aku menolak. Aku buka KUHAP yang sudah kusiapkan dan aku bacakan Pasal 138 yang menunjukkan, bahwa Penyidik dan Penuntut Umum adalah dua subyek yang berbeda… karena itu aku menuntut supaya JPU Sil diganti, karena dia adalah Penyidik!  Sesudah terjadi adu argumen, Sidang ditunda seminggu. Minggu berikutnya, ketika JPU  Sil masih tetap hadir, dan Hakim Ketua tetap meminta JPU Sil membacakan Surat Dakwaan, aku memilih berdiri, berjalan menuju pintu keluar dan keluar sidang alias _walk out_. Kali ini Bang Buyung, Bambang Widjojanto, Munir, Ruhut Sitompul dan lain-lain ikut keluar sidang.

Selama tiga minggu berikutnya tidak ada sidang… Bang Buyung melobi Jaksa Agung, dan berhasil… JPU diganti! Sementara itu, di penjara Cipinang tempatku dipidana akibat Kasus Jerman, aku menyiapkan Eksepsi, Surat Keberatan.

Tibalah saatnya aku membacakan Eksepsi. Aku melihat kepada JPU Leh yang baru. Tiba-tiba saja aku ingin membuat ulah baru. Aku meminta kepada Majelis Hakim agar JPU yang baru membuat Surat Dakwaan Baru sesuai dengan versinya. Sidang diskors lagi untuk.meyakinkan saya, bahwa Surat Dakwaan tidak berubah. Aku masih ngotot meminta supaya JPU Leh membubuhkan tanda tangannya di Surat Dakwaan yang dibuat JPU Sil…

Barulah sesudah itu aku berdiri di samping Pengacara untuk membacakan Surat Keberatan. Aku memang sengaja membuatnya panjang lebar… aku terangkan rinci apa arti “merongrong kewibawaan Pemerintah” yang didakwakan kepadaku… juga tentang perbedaan “Pancasila sebagai Dasar Negara dan sebagai Ideologi Negara” dan macam-macam lagi “tuduhan karet” lainnya… Sesudah dua jam aku meminta berhenti, untuk dilanjutkan pembacaannya minggu depan… Ternyata MH setuju. Minggu depannya aku lanjutkan membaca Surat Keberatan… dan baru sidang yang ke tiga minggu berikutnya selesai!
Senin berikutnya adalah Eksepsi dari Pengacara, berisi tapi pendek saja!

Ketika minggu berikutnya JPU Leh diagendakan menyampaikan Repliknya, sambil ketawa-ketawa dia katakan: _”Pendek saja, sebenarnya Saudara Terdakwa telah tahu isi Surat Dakwaan. Sehingga, saya merasa tidak perlu menjawab”_, katanya! Marah aku dibuatnya… Saya katakan: _”Kalau begitu saya yang akan menyampaikan Duplik”_. Meskipun pada Padal 156/KUHAP Duplik ini tidak disebut, tapi aku memang sudah menyiapkan pidato pendek yang sebut saja, Duplik. Hakim menolak… tapi Pengacara membela aku. Karena tidak ada kata sepakat, kami ramai-ramai keluar sidang… Kami _walk out_ lagi!

Senin berikutnya saya tidak datang… badanku gatal-gatal akibat makan udang… ada surat Dokter Tuti dari LP Cipinang. Senin depannya lagi aku sengaja bolos, sesudah tahu mudahnya mendapat surat Dokter.

Lalu tiba tanggal 25 Mei, empat hari sesudah Soeharto mundur… hari di mana sel saya penuh tamu untuk menyaksikan *jatuhnya Soeharto* lewat televisi… ada Budiman Sujatmiko, Nuku Soleiman, Kol Latief, dan lain-lain. Tapi hari Senin itu aku tidak dijemput ke PN Jakarta Selatan. Kabarnya aku mau dikeluarkan dari Cipinang… Berita itu benar, aku mendapat amnesti dari Presiden Habibie untuk Kasus Jerman dan abolisi untuk Kasus Subversif yang belum diputus. Majelis Hakim membuja sidang sebentar, lalu menutupnya _”…sampai waktu yang akan ditentukan”_.

Menjelang Subuh tanggal 26 Mei aku keluar dari Cipinang,  bersama Mohtar Pakpahan. Menteri Kehakiman Muladi sendiri yang mengantar Putusan Habibie itu untuk kami berdua.

Beberapa minggu kemudian Habibie mencabut UU Anti Subversif… menjadi tidak berlalu. Tapi baru beberapa bulan kemudian aku menyurati Ketua Pengadilan dan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan meminta mereka untuk membuka kembali Sidang Perkaraku. Mereka setuju

Sidang dibuka… Aku datang sendiri… Kali ini tanpa seorang pun Ahli Hukum yang mendampingiku… Entah kemana mereka semua. Setelah dibuka dan aku angkat bicara… semua tahu, Majelis Hakim dan Jaksa yang hadir, bahwa UU Anti Subversif sudah dicabut. Hakim Ketua yang masih muda memberitahu, bahwa akan ada Fatwa tentang Perkaraku. Aku bilang, bukan Fatwa yang aku minta, tapi Putusan… _”Saya tidak pernah tahu ada Fatwa di sini!”_ Lalu dijadwalkan sidang berikutnya.

Barulah dalam Sidang ke dua ini aku diputus bebas, semata-mata karena UU Anti Subversif yang katanya aku langgar itu sudah dicabut. Selain memberi selamat, Hakim Ketua sempat menyatakan terimakasih kepadaku yang telah mengoreksinya. Vonis atas pelanggaran tersebut tidak pernah jatuh. Aku menjadi orang terakhir dalam Perkara Subversi itu… dan bebas!

@SBP
3/1/18
(Baca: *Menggugat Dakwaan Subversif @2000* oleh @SBP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.