SLEMAN-Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid memprediksi, isu kebencian bahwa ‘rezim Jokowi Anti-islam’ yang telah diembuskan sejak pilkada DKI Jakarta lalu masih akan tetap digunakan di ajang politik tahun ini hingga Pemilu presiden 2019 mendatang.
Narasi kebencian tersebut akan terus diproduksi ulang oleh lawan politik Jokowi.
“Ini merupakan kesimpulan dari pemetaan narasi kebangsaan yang sudah dilakukan Jaringan Gusdurian. Lawan politik Jokowi masih mengandalkan sentimen keagamaan dan kebencian untuk memenangkan pemilu,” kata pemilik nama lengkap Alissa Qotrunnada Munawaroh itu di Sleman, Rabu (3/1).
Menurut Alissa narasi tersebut akan terus digulirkan oleh kelompok-kelompok yang berafiliasi politik dan berbeda kepentingan dengan pemerintahan saat ini.
Meskipun, kata dia, tuduhan itu sebenarnya tidak terbukti mengingat aktivitas Jokowi yang banyak berkunjung ke sejumlah tokoh agama, kyai, pondok pesantren, serta ormas kegamaan besar seperti NU-Muhammadiyah.
Selain itu, imbuh dia, banyak kepentingan umat Islam yang diakomodasi oleh Presiden Jokowi.
Narasi ini, menurut Alissa, akan menjadi sampah di masyarakat dan menjadi sesuatu yang mencemaskan.
Berkaca pada pilkada DKI Jakarta, ketika pengusung sentimen keagamaan dan kebencian menang, narasi yang memecah belah bangsa ini akan terus dihidupkan.
“Masyarakat Indonesia, dari survei Pure Riset Global, hampir 93 persen menganggap agama adalah faktor terpenting dalam kehidupan,” katanya.
Sebagai solusi, Alissa menekankan agar pemerintah menggandeng 22 persen umat Islam Indonesia yang belum berafiliasi dengan ormas Islam NU dan Muhammadiyah.
Menurut Alissa, sentimen agama dan ujaran kebencian sering diproduksi oleh kelompok umat Islam di luar NU dan Muhammadiyah tersebut, seperti isu Ahmadiyah pada 2005-2012, Syiah pada 2013, LGBT dan komunis pada 2014.
“Selain narasi antiislam, narasi anti-aseng dan anti-asing saya kira juga akan diusung oleh para musuh politik pemerintah. Ini yang kami rasa paling mencemaskan,” katanya.
(jp/rpr)